Kisah Ali Bin Abi Thalib RA

kisah-jafar-bin-abi-thalibBismillaahirrahmaanirrahiim

Kita sering mendengar pendapat bahwa hukum selain dari Allah adalah Kufur. Apalagi pada saat-saat sekarang ini menjelang Pemilu yang mengajak seseorang untuk Golput. Penyebabnya dikatakan adalah bahwa sistem yang berlaku saat ini adalah tidak sesuai syariat.

Ternyata pendapat yang mirip seperti itu pernah dilontarkan oleh Kaum Qurra’ pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abu Thalib RA yang menyebabkan Kaum tersebut memisahkan diri dari Pasukan Khalifah Ali Bin Abu Thalib RA. Bagaimana kisah tersebut?? Berikut adalah kisahnya sebagimana dinukil dari Tarjamah Al Bidayah Wan Nihayah Bab Khulafaur Rasyidin karangan Ibnu Katsir Rahimahullah.

Ketika gencatan senjata diserukan oleh Pasukan Mu’awiyah RA dengan Pasukan Khalifah Ali RA pada perang Shiffin, maka Khalifah Ali RA mengadakan perundingan dengan Mu’awiyah RA dan keduanya sepakat untuk menunjuk dua juru runding untuk mengakhiri perang diantara Kaum Muslimin tersebut. Ketika kesepakatan kedua belah pihak untuk dilakukan perundingan, terdapat sekitar delapan ribu pasukan yang terdiri dari para qurra’ memisahkan diri dari Pasukan Khalifah Ali RA dan mereka menempati sebuah daerah bernama Harura’ di luar Kufah.

Mereka kaum qurra’ yang tidak ingin ada perundingan tersebut mencela Khalifah Ali RA seraya berkata, ‘”Engkau telah melepas pakaian yang telah Allah kenakan kepadamu dan telah meninggalkan nama yang telah Allah berikan kepadamu. Kemudian engkau mengangkat manusia sebagai hakim dalam agama Allah. Sesungguhnya tiada hukum melainkan milik Allah semata.”

Ketika cercaan Kaum Qurra’ dan keputusan mereka untuk memisahkan diri dari pasukan sampai ke telinga Khalifah Ali RA, maka beliau memerintahkan pengawalnya untuk mengumumkan agar jangan masuk diantara mereka menemui Amirul Mukminin kecuali seorang yang hafal Al Qur’an.

Ketika rumah beliau dipenuhi oleh para qurra’, beliau meminta sebuah mushaf besar lalu meletakkannya di depan beliau. Lalu beliau memukulnya dengan keras sembari berkata, “Hai Mushaf, bicaralah kepada manusia!”

Orang-orang pun berseru kepada beliau, mereka berkata, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau bertanya kepada mushaf? Ia hanya tinta di atas lembaran kertas? Sedangkan kami dapat menyampaikan kepadamu berdasarkan apa yang kami riwayatkan darinya. Apakah gerangan yang anda maksud?”

Khalifah Ali RA berkata, “Rekan-rekan sekalian yang menyempal, antara aku dan mereka (Pasukan Mu’awiyah RA) terdapat Kitabullah! Sesungguhnya Allah telah berkata dalam kitabNya tentang persengketaan antara sepasang suami istri :

‘Dan kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim (juru runding) dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim (juru runding) itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.’ (Qs An-Nisaa’, 35)

Berdasarkan Firman Allah tersebut beliau berkata “Darah dan kehormatan umat Muhammad lebih agung daripada darah dan kehormatan sepasang suami istri.”

Kemudian beliau berkata “mereka menyalahkan aku karena meneken perdamaian dengan Mu’awiyah yang teksnya berbunyi, ‘Ini adalah perjanjian yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib’.”

Beliau kemudian menjawab pemikiran Kaum Qurra’ tersebut dengan berkata “Sungguh, Suhail bin Amru datang kepada kami, saat itu kami bersama Rasulullah SAW di Hudaibiyah ketika ia berunding mewakili kaumnya yakni kaum Quraisy.
Rasululllah SAW menulis teks perjanjian:

Suhail berkata, ‘Aku tidak menulis bismillaahirrahmaanirrahiim!’

Rasulullah SAW berkata, ‘Lalu apa yang engkau tulis? ‘
Ia berkata, ‘Tulislah bismikallahumma.’

Rasulullah SAW berkata, ‘Tulislah, Muhammad Rasulullah SAW!’

Suhail menimpali, ‘Sekiranya aku mengakui engkau adalah Rasulullah SAW, tentu aku tidak akan menyelisihimu!’

Akhirnya ditulislah, ‘Ini adalah perjanjian yang disepakati oleh Muhammad bin Abdillah dengan kaum Quraisy.’

Kemudian Khalifah Ali RA berkata dengan menyebut firman Allah :

‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat.’ (QS Al-Ahzab, 21).

Kaum Qurra’ juga mencela Khalifah Ali RA berkaitan dengan Perang Jamal dengan berkata “Ia ikut serta dalam peperangan Jamal dan membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh dan ia tidak membagi-bagikan harta rampasan perang dan tidak membagi- bagikan para tawanan.”

Khalifah Ali RA kemudian menjawab sangkaan Kaum Qurra’ tersebut dengan berkata “Salah satu orang yang tertawan adalah Ummul Mukminin Aisyah RA, jika kalian katakan ia bukanlah Ummul Mukminin berarti kalian telah kafir. Jika kalian halalkan kehormatan ibu kalian tersebut kalian juga jatuh kafir!”

Itulah sepenggal kisah Khalifah Ali Bin Abu Thalib RA dengan Kaum Qurra’.

Tahukah sahabat, siapa Kaum Qurra’ tersebut? Kaum Qurra’ itu adalah kaum penghafal Al Quran yang ibadahnya sangat rajin sampai sampai jidatnya hitam dan kakinya bengkak-bengkak. Namun mereka telah sombong dengan kelebihan tersebut dengan menjadikan mereka sebagai pemberontak karena merasa bisa menafsirkan Al Quran sesuai dengan akal mereka sehingga dengan mudah mencela dan memvonis kafir kepada pihak yang berseberangan dengan mereka termasuk Khalifah Ali RA dan para Sahabat. Padahal pada masa tersebut masih banyak para Sahabat termasuk Khalifah Ali RA yang merupakan ahli tafsir Al Quran. Namun mereka Kaum Qurra’ memilih jalan lain dari jalan yang dicontohkan Rasulullah SAW melalui para sahabatnya.

Semoga saya dan sahabat disini bisa mengambil manfaat dari kisah tersebut agar tidak mudah memvonis suatu kebijakan suatu Pimpinan dengan vonis yang berlebihan terlebih mengatakannya adalah Kebijakan Kufur.

Wallahu’alam

https://www.facebook.com/ivan.z.harahap

Tinggalkan komentar